3 Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Lipid pada Broiler

3 Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Lipid pada Broiler

1. Strain

Sejumlah strain broiler yang berbeda-beda tersedia karena disesuaikan dengan tujuan produksi tertentu. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi lemak abdomen pada ayam broiler dengan strain berbeda. Perbedaan strain akan mempengaruhi metabolisme lipid yang terjadi dalam tubuh broiler. Dalam penelitian Bedford et al. (2018) tentang respon kinerja pertumbuhan dan metabolisme lipid ayam broiler strain Ross 308 dan 708 diperoleh hasil bahwa total kolesterol, HDL, dan LDL pada broiler strain Ross 308 lebih tinggi dibandingkan broiler strain Ross 708. Hal tersebut menunjukkan bahwa broiler strain Ross 708 memiliki kemampuan memetabolisme lipid yang lebih baik dibanding broiler strain Ross 308. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor genetik menjadi salah satu faktor dari penyebab tinggi rendahnya timbunan lemak pada tubuh broiler. Selain itu, perbedaan tersebut juga menjadi indikasi bahwa setiap strain memiliki kemampuan yang berbeda dalam proses metabolisme lipid. 

Hasil penelitian Bedford et al. (2018) menunjukkan bahwa lemak abdomen yang terbentuk pada broiler strain Ross 308 lebih tinggi dibandingkan broiler strain Ross 708. Tingginya lemak abdomen yang terbentuk menggambarkan terjadinya penimbunan lemak dalam tubuh broiler, hal tersebut dipengaruhi oleh kemampuan broiler dalam memetabolisme lipid. Strain broiler yang berbeda menunjukkan terjadi sejumlah perbedaan metabolik dan pola yang berbeda dalam memetabolisme lipid. 

2. Cara penyajian ransum (ransum basah atau ransum kering) 

Cara penyajian ransum secara basah ataupun kering akan mempengaruhi metabolisme lipid yang terjadi dalam tubuh broiler. Dalam penelitian Afsharmanesh et al. (2016) tentang pengaruh pemberian pakan basah terhadap parameter darah dan performa pertumbuhan ayam broiler diperoleh hasil bahwa broiler yang diberi ransum basah secara ad libitum memiliki pertambahan bobot badan dan bobot karkas yang lebih baik dibandingkan dengan broiler yang diberi ransum kering (P <0,05). Hal tersebut disebabkan karena ransum basah yang diberikan akan lebih mudah dicerna oleh broiler. Sejalan dengan Scott (2002) yang mengatakan bahwa penambahan air dalam pakan akan memungkinkan proses pencernaan untuk segera dimulai, sehingga broiler akan makan lebih banyak dan berdampak positif terhadap pertumbuhan. Selain itu, ransum basah juga akan meumungkinkan terjadinya peningkatan laju pakan dalam saluran pencernaan, sehingga broiler akan makan lebih banyak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Afsharmanesh et al. (2010) yang mengemukakan bahwa pemberian pakan basah akan menimbulkan peningkatan laju transit pakan, dan hal ini memungkinkan ayam untuk makan lebih banyak dan tumbuh lebih cepat. Hasil penelitian Afsharmanesh et al. (2016) membuktikan bahwa pemberian ransum basah pada broiler dapat meningkatkan HDL, LDL, dan kolesterol total secara signifikan serta menurunkan TG (Trigliserida) (P <0,05). 

Pemberian ransum basah dapat menurunkan TG karena ransum basah dapat meningkatkan pencernaan pakan dan penyerapan nutrisi, yang pada akhirnya juga akan bertanggung jawab atas peningkatan laju metabolisme lipid dan dapat memengaruhi konsentrasi metabolit darah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Swennen et al. (2005) yang menyatakan bahwa faktor gizi (jumlah, bentuk dan komposisi makanan) juga mempengaruhi metabolisme dan mengakibatkan perubahan kadar metabolit plasma pada unggas,

3. Pola pemberian ransum (ad libitum atau dibatasi) 

Dalam penelitian Afsharmanesh et al. (2016) tentang pengaruh pemberian pakan basah dan pembatasan pakan diawal pemeliharaan terhadap parameter darah dan performa pertumbuhan ayam broiler diperoleh hasil bahwa broiler yang diberi ransum basah dengan pembatasan diawal pemeliharaan (Feed Retriction) secara signifikan menunjukkan FCR yang lebih rendah dibandingkan dengan broiler yang diberi ransum basah secara ad libitum pada hari ke 1 sampai 21 (P <0.05). Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh dari pola pemberian ransum. Pemberian ransum secara ad libitum berarti ransum tersedia secara terus menurus, hal tersebut memungkinkan broiler untuk makan lebih banyak sehingga akan berdampak pada meningkatnya FCR. Sedangkan pemberian ransum dengan pembatasan diawal pemeliharaan pada hari ke-6 sampai 12 akan mengurangi jumlah ransum yang tersedia atau dengan kata lain terdapat pembatasan jumlah ransum yang dapat dikonsumsi, sehingga terdapat potensi peningkatan efisiensi pakan karena kebutuhan pakan selama pemeliharaan berkurang. Konsep ini sering disebut keuntungan kompensasi. 

Hasil penelitian Afsharmanesh et al. (2016) menunjukkan terjadi peningkatan HDL, LDL dan kolesterol total pada broiler yang diberi pakan secara ad libitum. Hal tersebut terjadi disebabkan karena kelebihan energi yang dikonsumsi. Proses metabolisme zat gizi dari ransum yang masuk ke dalam tubuh ayam melebihi tingkat kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh itu sendiri, baik itu untuk hidup pokok maupun untuk berproduksi. Sedangkan pada broiler yang diberi ransum dengan pembatasan diawal pemeliharaan memiliki kandungan TG, HDL, LDL dan kolesterol yang lebih rendah dibandingkan broiler yang diberi ransum secara ad libitum. Hal tersebut menunjukkan bahwa pola pemberian ransum mempengaruhi metabolisme lipid yang terjadi dalam tubuh broiler.

Referensi

Afsharmanesh, M., M. Lotfi, and Z. Mehdipour. 2016. Effects of wet feeding and early feed restriction on blood parameters and growth performance of broiler chickens. Animal Nutrition 2: 168-172 

Bedford, A., H. Yu, M. Hernandez, E. J. Squires, S. Leeson, Y. Hou, and J. Gong. 2018. Response of Ross 308 and 708 broiler strains in growth performance and lipid metabolism to diets containing tributyrate glycerides. Can. J. Anim. Sci. 98: 98– 108

Komentar